TANTANGAN KEPEMIMPINAN MILITER DI ERA PERUBAHAN

Everything changes; the only thing which doesn’t is the change itself.

Pendahuluan

1.         Kepemimpinan militer, harus diakui merupakan tolok ukur bagi hampir semua bentuk kepemimpinan yang pernah ada.  Salah satu sebabnya adalah bahwa keluaran dari proses kepemimpinan militer adalah “hidup” atau “mati” bagi orang-orang yang dipimpinnya. Militer adalah sebuah entitas yang terdoktrin secara kuat, yang terimplementasi dalam pola pikir, pola ucap, dan pola tindak para anggotanya dalam kehidupan sehari-hari.  Indoktrinasi yang ditancapkan sejak seorang warga negara (sipil) memutuskan dirinya menjadi “tentara” pada akhirnya akan berbuah pada bentuk dan postur pribadi tersebut saat ia lulus dari pendidikannya dan efektif menjadi seorang anggota militer.

2.         Terlepas dari norma universal dalam konsep “doktriner” yang berlaku bagi semua prajurit/tentara, anggota militer tetap harus melihat dunia nyata yang pada gilirannya akan “memaksa” ia berpikir.  Isu utama yang dihadapinya dalam hal ini tak hanya “membunuh” atau “dibunuh” musuhnya, melainkan juga “bertahan” atau “mati” oleh perubahan-perubahan yang terjadi di sekitarnya.   Metamorfosis inilah yang harus dapat dibaca dan dikenali oleh setiap pemimpin militer saat ini, yang suka tidak suka akan menggeser paradigma kepemimpinan militer di masa depan.

‘Perubahan’ Dalam Perspektif Kepemimpinan

3.         “Perubahan” terjadi pada semua aspek kehidupan dan semua strata sosial, dan layaknya gelombang, tak ada seorangpun yang akan dilewatkannya.  Semua anggota militer pada era ini menyadari perubahan itu beserta segala implikasinya.  Secara alamiah, perubahan lingkungan berdampak pada perilaku setiap orang, termasuk prajurit.  Dari perspektif orang-orang yang dipimpin, di sinilah sebenarnya seorang pemimpin militer mengalami suatu tahapan (milestone) baru, dari yang semula sebagai behavior driving factor, menjadi bridging element antara perubahan dengan perilaku orang-orang yang ia pimpin.  Ia adalah link yang memberi koneksi antara perubahan yang merupakan behavior driving factor dengan behavior itu sendiri sebagai dampaknya.

4.         Bila konsep “perubahan” ini ditarik ke dalam lingkup kepemimpinan (leadership), maka yang berubah bukanlah kepemimpinannya, melainkan perpsepsi terhadap kepemimpinan itu.  Ini layaknya sebuah discovery, bukan invention.Analog dengan ini adalah pengungkapan konsep Sir Isaac Newton atas gravitasi, atau pemikiran Nicolas Copernicus tentang tata surya (solar system).  Gravitasi dan tata surya sudah ada sejak mereka belum menyatakannya; sama halnya dengan kepemimpinan yang jenis serta nilai-nilainya tak berubah sejak manusia ada.  Dalam tataran universal, nilai-nilai dasar kepemimpinan adalah konsep kolegial serta berbasis tim, yang telah teruji dari waktu ke waktu.

Tantangan Kepemimpinan Militer

5.         Di jaman yang terkuasai oleh perkembangan teknologi informasi dan sangat dinamis seperti saat ini, tiga isu utama yang dihadapi oleh pemimpin militer dapat disebutkan sebagai berikut:

a.         Tantangan terhadap kepemimpinan militer;

b.         Perubahan struktur sosial;

c.         Perubahan dinamika ekonomi.

Lantas, dalam konteks ini, apa yang dapat diperbuat oleh para pemimpin militer?  Apa saja dari ketiga komponen itu yang dapat dipengaruhi dan dikenai dampak dari kepemimpinan militer?

6.         Sangat kecil kemungkinannya—bahkan nyaris nol—bagi pemimpin militer di manapun beserta kepemimpinannya untuk memberi dampak bagi perubahan struktur sosial dan perkembangan ekonomi.  Perubahan sosio-ekonomi telah menggelorakan gelombang kebebasan kepada generasi yang nyaris tak memiliki kesabaran maupun upaya penyesuaian yang memadai guna menakar pro dan kontra perubahan ini.  Hasilnya, perubahan harus dapat dikelola dengan baik pada skala yang paling mikro oleh para pemimpin.  Sebuah fakta adalah bahwa di masa lalu, para kaum elit dan keluarga kerajaan berlomba-lomba mendaftarkan diri menjadi tentara murni untuk membela negara, bukan untuk uang.  Paradigma ini bergeser di mana generasi sekarang memandang militer sebagai sebuah entitas karier.

7.         Dampak lanjutan dari pergeseran paradigma ini adalah penambahan beban tanggung jawab yang lebih besar bagi para pemimpin untuk mempertahankan motivasi orang-orang yang sangat “career-oriented” yang dipimpinnya.  Kunci keberhasilan bagi pemimpin militer saat ini untuk dapat memimpin dalam kualitas yang sama dengan para pemimpin militer masa lalu pada akhirnya terletak pada pembangunan serta pembentukan pemimpin militer itu sendiri.  Oleh karenanya, para (calon) pemimpin ini harus dibekali secara cukup dengan suatu kapasitas tertentu yang memungkinkan mereka untuk beradaptasi dengan perubahan yang terus berakselerasi.

8.         Pada dasarnya, kepemimpinan yang berbasis doktrin akan tetap menjadi dasar yang menyeluruh (thorough and comprehensive base) bagi semua pemimpin militer, yang diperkuat dengan gagasan-gagasan baru, kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta didukung dengan desain organisasi yang tepat.  Pemimpin saat ini dan masa depan diharapkan dapat lebih fleksibel, terbuka pada ekspektasi bawahan, serta menjadi komunikator yang baik dalam menyuarakan keinginan orang-orang yang dipimpinnya, dan sebaliknya: menjabarkan harapan-harapan atasannya.  Perwira masa depan adalah para prajurit yang berintelijensia, yang mampu berperan sebagai manajer, birokrat, spesialis, sekaligus merupakan warga negara dengan situational awareness yang tinggi.  Mereka adalah perwira-perwira yang patuh, yang berpikir sebelum bertindak, yang muda tapi matang, dan yang idealis namun juga realistis.

Nilai Inti Kepemimpinan Militer

9.         Perubahan-perubahan dalam urusan militer (Revolutions in Military Affairs/RMA) sama sekali tidak berarti perubahan dalam nilai-nilai inti kepemimpinan militer seperti kehormatan, patriotisme, kejujuran, integritas, loyalitas, kompetensi, kesatuan, serta kekuatan fisik dan moral. Ini berarti bahwa “dosa” seorang prajurit karena berbuat curang, berkhianat atau berbohong di masa 1000 tahun yang lalu adalah “dosa” yang sama di hari ini, dan akan tetap sama untuk 1000 tahun mendatang.   RMA adalah faktor-faktor penguat, yang wajib disisipkan ke dalam setiap nilai itu sehingga sebuah kepemimpinan militer berjalan efektif dalam mencapai tujuan.

10.       Semua nilai inti kepemimpinan militer di atas bermuara pada dua hal: pengetahuan dan karakter.  Pengetahuan membuat seorang pemimpin militer memahami apa yang harus ia perbuat, dan karakter memberinya kekuatan untuk menuntaskan segala kewajibannya.  Keduanya harus saling melengkapi: pengetahuan tanpa karakter membuat seorang prajurit tak memiliki keberanian memutuskan; sedangkan karakter tanpa pengetahuan akan melenyapkan kapasitas internal prajurit itu sendiri.  Pengetahuan yang diharapkan dari seorang pemimpin militer adalah berupa:

a.         Penguasaan akan tugas dan kewajibannya;

b.         Pengetahuan dalam menangani orang lain; dan

c.         Pemahaman akan dirinya sendiri.

Sementara itu, karakter terjabarkan dalam bentuk-bentuk:

a.         Keberanian;

b.         Tekad/kemauan; dan

c.         Inisiatif.

11.       Pengetahuan.  Seorang pemimpin militer masa kini dan masa depan adalah ia yang memiliki pengetahuan dalam wujud:

a.         Penguasaan Akan Tugas dan Kewajiban.   Pengetahuan seorang pemimpin terhadap tugas dan kewajibannya akan membuat ia dapat melihat berbagai hal lebih jelas, lebih dalam, dan lebih jauh dari orang-orang yang dipimpinnya.  Pada gilirannya, ia dapat membuat pertimbangan-pertimbangan yang komprehensif, melihat dari berbagai sisi, dan mengakomodir berbagai kepentingan dari berbagai sudut pandang.  Keputusannya kelak tidak bersifat memberi penyelesaian sesaat namun menanam “bom waktu” untuk hari depan.  Selain itu, pengetahuan akan tugas dan kewajibannya akan mencegah keputusan seorang pemimpin bersifat parsial/sektoral; merugikan sekelompok orang hanya karena ia ingin menjawab keinginan orang-orang tertentu.

b.         Pengetahuan Dalam Menangani Orang Lain.   Di medan pertempuran, anak buahnya berhadapan dengan pilihan “hidup” atau “mati”.  Di tengah perubahan lingkungan, anak buahnya akan dihadapkan pada “bertahan” atau “tenggelam” oleh perubahan-perubahan itu.  Pemimpin harus sadar bahwa di luar konteks kedudukan anak buahnya sebagai bawahan, mereka adalah pemimpin diri mereka sendiri dalam menghadapi perubahan sosio-ekonomi, budaya, politik, serta berbagai persoalan lain dalam hidup mereka. Karenanya, pemahaman seorang pemimpin terhadap bawahannya akan memampukan ia memberi bobot yang tepat pada setiap perintah, serta arahan-arahan yang proporsional untuk tiap masalah yang dihadapi anak buahnya.  Ia juga pada dasarnya pemimpin dari para “pemimpin”.

c.         Pemahaman Akan Dirinya Sendiri.   Struktur militer yang selalu terkonotasi dengan ketertiban, keteraturan, dan hirarki mengharuskan seorang pemimpin dapat mempengaruhi bawahannya “tanpa ada pertanyaan” atau “tanpa keragu-raguan”.  Persoalannya, di tengah perkembangan teknologi informasi yang mempercepat siapapun untuk memperoleh pengetahuan, hampir semua orang menjadi semakin kritis dan cerdas. Dalam situasi ini, dapatkah seorang pemimpin menciptakan sikap mental anak buah yang “tanpa keragu-raguan” dalam menjalankan perintahnya bila ia sendiri tak memahami dirinya sendiri?  Misalnya, akan patuhkah si bawahan bila diperintahkan untuk datang tepat waktu bila si pemimpin sendiri selalu datang terlambat?  Kepemimpinan pada hakekatnya adalah interaksi antara pemimpin dengan yang dipimpin, oleh karenanya kepemimpinan baru akan efektif bila yang dipimpin tidak melihat adanya kelemahan elementer pada si pemimpin.

12.       Karakter.  Di sisi lain, beberapa wujud karakter penting yang wajib dimiliki pemimpin militer masa kini dan masa depan adalah:

a.         Keberanian. Di era perkembangan sosio-ekonomi yang multidimensional dan unpredictable, seorang pemimpin harus berani mengambil keputusan yang tidak lazim atau outside the box.  Sifat alamiah kepemimpinan militer dalam hal pengambilan keputusan pada masa perang adalah keterkaitannya yang erat dengan persoalan hidup-mati anak buahnya.  Dalam konteks sosio-ekonomi, keterkaitannya jauh lebih kompleks, sehingga diperlukan keberanian seorang pemimpin dalam mengambil keputusan secara cepat dan tepat, dengan kesanggupan memikul resiko serta segala konsekuensinya.  Keberanian seperti ini perlu didukung dengan kemampuan berpikir yang state-of-the-art.

b.         Tekad/Kemauan.   Seorang pemimpin militer harus memiliki sifat pantang menyerah serta determinasi yang tinggi dalam menjawab semua persoalan yang muncul.  Pada era sekarang dan ke depan, tekad terpenting yang harus dimiliki seorang pemimpin adalah kemauannya dalam mengadopsi perubahan, mengelolanya, serta memahaminya sebagai konsekuensi dinamika jaman.  Pemimpin yang pro status quo adalah mereka yang “melempar handuk”, merasa takut, dan tidak sanggup mengelola perubahan, serta memberikan pembenaran atas semua mekanisme serta paradigma yang telah berjalan.  Pemimpin masa depan adalah mereka yang mau menempatkan dirinya sebagai garda depan dalam perjalanan menuju era dan tantangan baru, serta menjauhkan dirinya dari mentalitas seorang “safe player”.

c.         Inisiatif.   Inisiatif berisi antisipasi-antisipasi yang cerdas dan akurat atas semua kejadian serta persoalan yang mungkin muncul dengan cara berpikir jauh ke depan serta mencari jalan alternatif untuk mencapai tujuan, bila cara bertindak yang telah dipilih ternyata menemui hambatan.  Sedikit identik dengan keberanian, inisiatif juga dihasilkan dari cara berpikir yang out of the box, sehingga pemimpin militer dapat mengambil keputusan secara cepat di luar “pakem” yang berlaku.  Dinamika sosio-ekonomi yang cepat memberi ruang yang sangat sempit bagi pemimpin militer manapun untuk menghabiskan waktu memikirkan suatu persoalan tertentu terlalu lama hingga membebani dirinya sendiri.

13.       Dari uraian di atas, tampak nyata bahwa kepemimpinan sejatinya adalah fungsi dari kemampuan dan gaya si pemimpin, ditambah kebutuhan dan nilai-nilai mereka yang dipimpin, dan tuntutan situasi.  Itulah sebabnya pemimpin militer harus memahami dengan baik mereka yang dipimpinnya, serta situasi yang mengelilinginya.  Dengan itulah ia akan menemukan pendekatan yang tepat dalam menjalankan kepemimpinannya untuk mencapai tujuan.

Leadership = f {(leader’s ability and style), (member’s needs and values), (demands of situation)}

 Dampak Perubahan Sosio-Ekonomi Dalam Perspektif Kepemimpinan Militer

14.       Perubahan yang cepat dalam lingkup sosio-ekonomi telah membawa dampak masif yang mendarah daging berupa orientasi-orientasi materialistik, pengikisan nilai-nilai luhur bangsa, degradasi moral, dan cara pandang individu yang cenderung self-centered. Tingkat pendidikan yang makin tinggi, kepekaan sosial yang tipis, serta kesempatan ekonomi yang lebih besar justru mendorong orang untuk menjadi lebih individualis.  Transformasi sosio-ekonomi akhir-akhir ini telah pula berkontribusi pada berubahnya semua pandangan dan pola pikir dalam aspek kehidupan personel militer.  Transformasi inilah pendorong utama pandangan publik tentang militer sebagai entitas karier ketimbang sebagai wahana pengabdian membela negara.  Inilah yang harus secara cerdas dan peka dibaca, dilihat, serta disikapi oleh setiap pemimpin militer masa depan, karena tantangan itu telah nyata, serta akan semakin menguat di hari-hari kemudian.

15.       Kepekaan dan kecerdasan seorang pemimpin militer dalam mengelola transformasi sosio-ekonomi terhadap dimensi kehidupan prajurit mengharuskannya mampu untuk melakukan dua hal utama: pertama, mempertahankan nilai-nilai tradisional kepemimpinan militer yang erat dengan sejarah perjuangan bangsa serta tekad dan semangat pengabdian kepada tanah air; kedua, mengapresiasi perubahan beserta segenap dampaknya terhadap pola pikir dan pola tindak para prajuritnya dengan pendekatan yang lebih modern.  Seperti telah disebutkan di atas, peran pemimpin militer bukan lagi behavior driving factor, melainkan bergeser sebagai bridging element.  Dalam menjalankan peran baru ini, seorang pemimpin militer masa depan dituntut untuk memiliki sebuah kapasitas khusus dalam mengelola kedua sisi (perubahan dan perilaku) tersebut sehingga jalan menuju ke pencapaian misi tetap dapat dipertahankan.

Kapasitas Khusus Seorang Pemimpin Militer

16.       Di satu sisi, seorang pemimpin militer adalah individu yang tak berbeda dengan orang-orang yang dipimpinnya. Iapun terkena dampak dari perubahan sosio-ekonomi yang berimbas pada perilakunya.  Namun ia adalah seorang individu yang memiliki tanggung jawab, kewenangan, serta memikul kewajiban-kewajiban tertentu pada orang-orang yang dipimpinnya.  Ketiga faktor itulah yang menjadi pembeda antara ia dengan orang-orang yang dipimpinnya, di mana perubahan sosio-ekonomi hanya memberi dampak pada perilaku—bila kita melihat dari perspektif organisasi/satuan.  Lantas, kapasitas khusus (distinguished capacity) seperti apa yang diharapkan dari seorang pemimpin militer sehingga jalan menuju pencapaian tujuan tetap dapat dipertahankan, dan norma-norma ketentaraan tetap berdiri pada tempatnya?  Tiga faktor berikut adalah penjelasannya.

17.       Adaptabilitas Terhadap Perubahan. Telah disinggung sebelumnya bahwa pemimpin militer harus cerdas dan peka membaca setiap gejala yang ditunjukkan oleh sekelilingnya yang mengarah pada perubahan.  Pemimpin militer harus jeli melihat arah kebijakan di berbagai strata, mulai dari lingkup nasional hingga apa yang ada di sekelilingnya.  Pemimpin militer skala nasional (misalnya seorang Menteri/Panglima Angkatan Bersenjata, Kepala Staf, atau Panglima Komando Gabungan) bahkan harus dapat membaca arah paradigma yang berlaku global serta kecenderungan di kawasan regional.  Standar yang berlaku pada 5-10 tahun lalu mungkin tidak lagi valid hari ini, dan standar hari ini mungkin hanya akan valid dalam 4-5 tahun ke depan.  Perubahan adalah keniscayaan, sehingga siapapun yang berusaha untuk menolaknya justru akan menjadi korban dari perubahan itu sendiri.  Kemampuan beradaptasi terhadap perubahan ini yang akan membuat organisasi militer menjadi lentur, tetap larut dalam dimensi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, namun tetap kokoh karena keteguhannya terhadap norma dan kode etik ketentaraan yang hakiki.

18.       Moral dan Perilaku.  Norma kepemimpinan militer, harus diakui merupakan salah satu norma ideal dalam perspektif kepemimpinan.  Ini mengingat militer adalah entitas negara, yang di dalamnya semua perilaku diarahkan untuk kebaikan dan kepentingan negara yang dibelanya.  Pembela negara adalah mereka yang setia pada komitmennya untuk mengedepankan yang terbaik bagi masyarakat negaranya, walau harus mengorbankan dirinya sendiri.  Dengan demikian, pemimpin militer adalah ia yang dapat menjadi teladan dalam menjunjung tinggi norma-norma itu, dan kesalahan dalam moral serta perilaku adalah “dosa besar” yang tak boleh mendapat tempat sedikitpun dalam sebuah kepemimpinan militer.  Di sisi lain, moral dan perilaku pemimpin adalah perekat yang mempersatukan orang-orang yang dipimpinnya, sehingga mereka akan selalu berada di jalan yang sama dengan si pemimpin dalam mencapai tujuan (accomplishing the mission).  Moral dan perilaku yang tidak baik yang muncul akibat perubahan sosio-ekonomi, yang tercermin dari ucapan, tindakan serta kebijakan si pemimpin (misalnya: ketidakmampuan individu pemimpin untuk menjauhkan diri dari mentalitas materialistik, kegagalan memberi contoh hidup sederhana serta ketidakmauan untuk menempatkan dirinya sebagai “pelayan” bagi yang dipimpin) akan berpotensi menimbulkan perpecahan, saling sikut antar anggota/anak buah, serta gesekan-gesekan di internal organisasi/satuan yang pada gilirannya menghambat pencapaian tujuan.  Moral dan perilaku yang buruk dari pemimpin juga merupakan katalis bagi budaya feodalisme, pupuk penyubur budaya “menjilat” serta lahan gembur untuk kepalsuan-kepalsuan di tingkat bawah.

19.       Kecerdasan.   Suka tidak suka, harus disadari bahwa dunia telah memasuki sebuah era baru.  Teknologi informasi telah mengalami revolusi masif yang menyentuh semua aspek kehidupan.  Bagi seorang pemimpin militer, kemampuan mengadaptasi perkembangan ini akan secara signifikan membantunya dalam memperoleh informasi secara cepat dan kredibel, minim manipulasi serta akurat.  Pada gilirannya, ini akan memudahkannya menganalisa berbagai kemungkinan, dan mengambil keputusan dengan cepat dan tepat dengan marjin kesalahan yang seminimal mungkin.  Di sisi lain, transparansi serta akuntabilitas adalah dua hal yang terus menerus dan semakin dituntut oleh publik, yang juga memanfaatkan kemajuan teknologi informasi ini untuk mengakses apapun yang mereka ingin ketahui. Hal ini wajar, mengingat publik adalah para tax payer yang ingin mengetahui untuk apa saja uang dari pajak yang mereka bayarkan itu digunakan.  Tak dapat dipungkiri, pemimpin militer di era mendatang dituntut untuk memiliki kecerdasan intelektual yang memadai sehingga organisasi/satuan yang dipimpinnya dapat menjadi adaptif dengan segala perubahan yang terjadi.

Image

Mewujudkan Pemimpin Militer Era Perubahan

20.       Perubahan Pola Pikir Dalam Fase Indoktrinasi.  Dunia militer boleh berbangga bahwa ia adalah entitas yang amat kuat dalam indoktrinasi kepada para anggotanya.  Persoalannya, di tengah derasnya gelombang perubahan sosio-ekonomi dunia, militer harus menjamin bahwa fase indoktrinasi yang dimulai sejak pendidikan pembentukan harus mengadopsi paradigma baru yang berkembang.  Penekanannya ada pada penjiwaan semangat perubahan itu sendiri, bukan semata-mata pada tingkat pemahaman praktis dari hal-hal yang baru (up to date).  Para calon pemimpin militer ini harus menyadari bahwa banyak hal telah berubah dari sebelumnya, dan setiap orang harus menyesuaikan diri terhadapnya.  Para anggota militer, yang kelak menjadi orang-orang yang dipimpinnya, tak ubahnya seperti masyarakat pada umumnya yang menginginkan semua hal yang lebih baik, lebih terbuka, dan lebih maju dari yang sudah-sudah.  Para calon pemimpin ini harus menerima kenyataan bahwa mereka hidup dan (akan) bekerja di era di mana seorang pemimpin tak lagi hanya duduk di belakang meja, menunggu laporan-laporan, dan menikmati berbagai hak istimewa.  Pemimpin militer saat ini adalah mereka yang harus bekerja dan bekerja, merapat pada anak buahnya, terjun ke medan penugasan secara langsung, dan “menjemput bola” dalam menggali masalah-masalah aktual dalam unit organisasinya, serta merumuskan pendekatan yang tepat untuk memecahkannya.

21.       Peningkatan Mutu Pendidikan Militer.  Pendidikan militer adalah cikal bakal pembentukan pemimpin militer masa depan, sehingga pendidikan militer di strata apapun harus dikelola secara profesional sehingga mampu menghasilkan pemimpin yang siap dengan dunia yang terus berubah.  Kegagalan dalam mengadopsi perubahan ke dalam kurikulum dan sistem pendidikan militer hanya akan menghasilkan pemimpin-pemimpin yang konservatif, kaku, takut mengambil keputusan, dan ragu-ragu dalam mencoba sesuatu yang baru, serta bermental bossy.  Di banyak negara, keberhasilan serta prestasi seorang pemimpin militer lebih banyak ditentukan oleh kapasitas dan kemampuan pribadinya, serta tekadnya yang kuat untuk terus meningkatkan kualitas diri.  Mereka bukan hasil dari sebuah sistem pendidikan yang terstruktur dan berkesinambungan dengan perubahan jaman. Adaptasi dengan perubahan jaman ini tidak sekedar memasukkan muatan teknologi, modernisasi alutsista, atau peningkatan sistem dan metode.  Yang jauh lebih penting adalah bagaimana sistem pendidikan itu dapat berjalan seiring dengan perubahan lingkungan, baik sosio-ekonomi, politik, maupun budaya.  Cakupan inilah yang kelak akan berbuah dalam wujud pemimpin-pemimpin yang tidak hanya cerdas, namun juga bermoral, dan memiliki integritas kelas wahid untuk terus bekerja dan mewujudkan segala yang lebih baik.

22.       Pada akhirnya, kita semua harus memahami bahwa dunia militer dengan segala kekuatan hirarki dan strukturisasinya tetap harus adaptif dengan segala perubahan yang terjadi.  Dan pemimpin militer sebagai pilar utama tegaknya jati diri keprajuritan di manapun dituntut untuk dapat menjaga nilai-nilai ini agar tetap solid.  Sekali lagi: leadership values never change; what does change is the way we look at leadership itself.

REFORMASI BIROKRASI TNI: IMPLEMENTASI DAN KENDALA MENUJU PERUBAHAN

Pendahuluan

1.         Sebagai salah satu institusi pemerintah, dinamika organisasi TNI sejalan dengan dinamika lembaga pemerintah RI lainnya. Salah satu dinamika nasional yang turut berpengaruh pada organisasi TNI adalah gerakan reformasi nasional sebagai dampak tumbangnya rezim Orde Baru tahun 1998. Dinamika ini telah membawa TNI untuk melaksanakan program reformasi yang sama dalam rangka memposisikan diri secara tepat dan mengoptimalkan perannya dalam tatanan kehidupan nasional. Reformasi birokrasi yang dilaksanakan di lingkungan TNI meliputi aspek doktrin, struktur dan kultur yang sejalan dengan kebijakan reformasi birokrasi nasional guna mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih dan berwibawa.  Aspek doktrin meliputi penyempurnaan peranti lunak dan mekanisme kerja sebagai pengejewantahan berbagai peraturan dan perundangan-undangan baik doktrin, buku petunjuk dan prosedur tetap yang digunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan tugas. Aspek struktural meliputi berbagai pembenahan di bidang struktur organisasi, disesuaikan dengan perkembangan yang terjadi secara nasional, agar tercipta tata laksana yang efektif dan efisien. Sedangkan aspek kultural diarahkan pada perubahan mindset prajurit dan kepatuhan terhadap hukum dan HAM serta disiplin prajurit dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang Undang RI Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.

2.         Seiring dengan Reformasi Birokrasi Nasional, Reformasi Birokrasi TNI juga dilaksanakan secara konseptual, gradual dan konstitusional dengan berpegang pada Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi nomor PER/15/M.PAN/7/2008 tentang Pedoman Umum Reformasi Birokrasi.  Mabes TNI telah melengkapi berbagai dokumen yang diperlukan untuk diusulkan secara terpadu kepada Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kempan dan RB), selanjutnya bersama Tim RB TNI berkoordinasi dengan Tim Kempan dan RB serta Badan Kepegawaian Nasional (BKN) secara terus menerus untuk penyelarasan job grading (kelas jabatan personel TNI) per satuan kerja (satker) secara riil sesuai dengan DPP Gaji. Program Reformasi Birokrasi TNI dilaksanakan dengan mengacu pada 9 (sembilan) program Reformasi Birokrasi Nasional.

3.         Beberapa dasar pelaksanaan Reformasi Birokrasi TNI adalah sebagai berikut:

a.         Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.

b.         Peraturan Presiden RI Nomor 10 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi TNI.

c.         Permenpan nomor Per/15/M.Pan/7/2008 tanggal 10 Juli 2008 tentang Buku Panduan Pelaksanaan Reformasi Birokrasi.

d.         Permenpan nomor Per/4/M.pan/4/2009 tanggal 7 April 2009 tentang Pedoman Pengajuan Dokumen Usulan Reformasi Birokrasi di Lingkungan Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah.

e.         Surat Panglima TNI nomor B/3038-03/02/66/Sru tanggal 17 September 2009 tentang Laporan Pelaksanaan Reformasi Birokrasi TNI.

f.          Keputusan Panglima TNI nomor Kep/692/IX/2011 tentang Organisasi Pelaksana Reformasi Birokrasi TNI.

 

 

Program dan Kegiatan Reformasi Birokrasi TNI

4.         Pada bulan September 2009 ketiga angkatan secara terpadu melalui Mabes TNI telah mengirimkan laporan pelaksanaan Reformasi Birokrasi kepada Ketua Tim Reformasi Birokrasi Nasional dilengkapi dengan dokumen-dokumen yang diperlukan.  Tim Reformasi Birokrasi Nasional menindaklanjuti laporan tersebut dan berkoordinasi dengan Tim Reformasi Birokrasi TNI untuk melaksanakan proses pematangan pelaksanaan reformasi birokrasi di lingkungan TNI, dengan kegiatan sebagai berikut:

 

a.         Mensosialisasikan Program Reformasi Birokrasi TNI ke Satuan Jajaran TNI.            Pelaksanaan sosialisasi reformasi birokrasi TNI dilaksanakan secara berjenjang oleh Tim Teknis Reformasi Birokrasi TNI yang dibentuk pada tingkat Mabes TNI, Mabes Angkatan, dan Komando Utama (Kotama). Kegiatan sosialisasi dilaksanakan secara intensif sejak bulan September sampai dengan bulan Desember 2009 kepada satuan jajaran TNI. Adanya keinginan percepatan pelaksanaan reformasi birokrasi TNI mengakibatkan dinamisasi yang sangat tinggi untuk mendapatkan kesesuaian konsep antara TNI dengan Kempan & RB maupun BKN.   Dari dinamisasi tersebut maka sosialisasi ke satuan jajaran TNI yang sudah dilaksanakan perlu lebih diintesifkan kembali agar perkembangan yang ada dapat diketahui dan dipahami hingga satuan yang paling bawah.

 

b.         Menyelaraskan Job Grading. Setelah mempelajari laporan Pelaksanaan Reformasi Birokrasi di lingkungan TNI dan dokumen-dokumen pendukungnya, Kempan & RB serta BKN selanjutnya memberikan arahan dan koreksi tentang sistem pembobotan jabatan atau grading.  Untuk penyelarasan grading jabatan personel TNI maka dilaksanakan rapat koordinasi dan konsultasi secara terus menerus untuk memperoleh kesepahaman tentang penggunaan Factor Evaluation System (FES) yang digunakan oleh Kempan & RB serta BKN maupun Tim Teknis Reformasi Birokrasi TNI. Selanjutnya guna pemutakhiran data maka Tim Teknis Reformasi Birokrasi TNI mengirimkan  data riil DPP Gaji Personel TNI dalam bentuk soft copy sesuai dengan permintaan Tim Kempan & RB dan BKN sebagai bahan persyaratan administrasi.

 

c.         Asistensi Kempan & RB dan BKN Dengan Satuan Jajaran TNI. Tim Reformasi Birokrasi dalam kegiatannya memerlukan pendalaman secara riil di lapangan dengan melaksanakan kegiatan ke satuan jajaran TNI. Tim RB TNI dalam kegiatan tersebut telah mendampingi Tim Kempan & RB dan BKN untuk mengunjungi Satuan Komunikasi dan Elektronika (Satkomlek) TNI pada tanggal 12 Mei 2009.  Hasil kunjungan tersebut ditindaklanjuti dengan rapat koordinasi antara Tim Teknis Reformasi Birokrasi TNI dengan Kempan & RB dan BKN tentang penyempurnaan grading jabatan personel per satker sesuai dengan DPP Gaji dan hasilnya telah dikirimkan ke Tim Kempan & RB Nasional dan BKN.

d.         Asistensi Tim Independen RB dari Universitas Indonesia. Pentahapan kegiatan reformasi birokrasi mensyaratkan adanya asistensi dalam bentuk pendalaman secara riil di lapangan oleh tim independen RB.   Tim ini nantinya akan memberikan penilaian secara obyektif terkait pelaksanaan RB di jajaran TNI sebagai bahan pertimbangan Kempan & RB serta BKN dalam menentukan keberhasilan pelaksanaan RB di jajaran TNI. Tim independen pada minggu pertama bulan Juni 2010 secara acak telah melaksanakan asistensi ke jajaran TNI.

 

5.         Pokok-pokok Kebijakan Panglima TNI Dalam Rangka Reformasi Birokrasi TNI. Sebagai pedoman dalam melaksanakan reformasi birokrasi di lingkungan TNI, Panglima TNI telah mengeluarkan kebijakan sebagai berikut:

a.         Pelaksanaan reformasi birokrasi di lingkungan TNI dilaksanakan secara konseptual, gradual,  konstitusional dan berkelanjutan yang meliputi aspek doktrin, struktur, kultur dan mindset.

b.         TNI mengutamakan soliditas, loyalitas dan esprit de corps dalam pelaksanaan reformasi birokrasi di lingkungan TNI.

c.         Quick wins TNI yang menjadi prioritas dalam pelaksanaan reformasi Birokrasi TNI adalah PPRC, PRCPB TNI, pengamanan wilayah perbatasan dan pulau-pulau terluar, serta Minimum Essential Force (MEF).

d.         TNI tidak mengarah kepada tunjangan kinerja murni atau remunerasi tetapi tunjangan kinerja khusus.

e.         Tunjangan kinerja TNI bukan tujuan melainkan proses berlanjut untuk mewujudkan postur TNI yang mampu melaksanakan tugas pokok secara profesional, efektif dan efisien.

 

6.         Program Reformasi Birokrasi TNI.   Program dan kegiatan reformasi birokrasi di lingkungan TNI menyesuaikan dengan program dan kegiatan Reformasi Birokrasi Nasional, yang dapat dijabarkan secara tabular sebagai berikut:

NO PROGRAM KEGIATAN KELUARAN
1 MANAJEMEN PERUBAHAN
  1. Pembentukan Tim   Manajemen Perubahan
Terbentuknya Tim Manajemen Perubahan
  1. Penyusunan strategi manajemen perubahan
Dokumen strategi manajemen perubahan
  1. Sosialisasi dan internalisasi manajemen
Terselenggaranya sosialisasi dan internalisasi manajemen perubahan
2 PENATAAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Penataan peraturan perundang-undangan (Turdang) yang diterbitkan oleh TNI Angkatan Udara
  1. Teridentifikasi Turdang yang diterbitkan.
  2. Tersedia peta Turdang yang harmonis/valid.
  3. Terlaksananya regulasi / deregulasi Turdang.
3 PENATAAN DAN PENGUATAN

ORGANISASI

1.   Restrukturisasi Tersedianya peta tugas dan fungsi unit kerja
2.   Penguatan unit kerja Terbentuknya unit kerja yang menangani fungsi organisasi, tata laksana, kepegawaian dan Diklat.
4 PENATAAN TATA LAKSANA
  1. Penyusunan Tata

Laksana (SOP)

Dokumen POP/DSPP dan Prosedur Mekanisme Kerja/Buku Petunjuk sesuai bidang
  1. Pembangunan fungsi    kepemerintahan   secara    online    sesuai   tugas pokok dan fungsi (Tupoksi)
Tersedianya e-gov  sesuai Tupoksi TNI  Angkatan Udara.
5 PENATAAN

SISTEM

MANAJEMEN

SDM

APARATUR

  1. Penataan sistem rekruitmen
Terbangunnya sistem rekruitmen yang terbuka, transparan, akuntabel dan berbasis kompetensi.
  1. Analisis jabatan
Tersedianya uraian jabatan.
  1. Evaluasi jabatan
Tersedianya peringkat jabatan.
  1. Penyusunan standar kompetensi jabatan
Tersedianya standar kompetensi jabatan.
  1. Assesment individu berdasarkan kompetensi
Tersedianya peta profil kompetensi individu.
  1. Penerapan sistem penilaian kinerja individu
Tersedianya indikator kinerja yang terukur.
7.   Membangun/ memperkuat database personel Tersedianya data personel yang mutakhir dan akurat.
NO PROGRAM KEGIATAN KELUARAN
6 PENGUATAN PENGAWASAN
  1. Pengawasan Internal.
Terjadinya peningkatan ketaatan, efisiensi, dan efektifitas pelaksanaan tupoksi.
  1. Pengawasan pemerintah     Aparat Pengawasan    Internal Pemerintah  (APIP).
APIP yang lebih berperan dalam penguatan sistem pengendalian internal, quality assurance dan konsultasi.
7 PENGUATAN AKUNTABILITAS KINERJA
  1. Penguatan akuntabilitas
Terjadinya peningkatan kualitas laporan akuntabilitas kinerja.
  1. Pengembangan sistem

manajemen    kinerja organisasi

Terbangunnya sistem yang mampu mendorong tercapainya kinerja organisasi yang terukur.
3.   Penyusunan Indikator Kinerja Utama (IKU) Tersusunnya IKU
8 PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK
  1. Penerapan standar

pelayanan

Terlaksananya penggunaan standar pelayanan publik.
  1. Partisipasi masyarakat

dalam penyelenggaraan pelayanan publik

Terjadinya peningkatan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik.
9 MONITORING, EVALUASI DAN LAPORAN
  1. Monitoring
Tersedianya laporan monitoring
  1. Evaluasi
Tersedianya laporan evaluasi
  1. Evaluasi menyeluruh

pada Semester Kedua  Tahun 2014

Tersedianya laporan evaluasi lima tahunan  (Evaluasi Roadmap RB TNI)

 

 

7.         Organisasi Pelaksana Reformasi Birokrasi TNI. Mengacu pada Keputusan Panglima TNI nomor Kep/692/IX/2011 tanggal 12 September 2011 tentang Organisasi Pelaksana Reformasi Birokrasi TNI, maka organisasi pelaksana Reformasi Birokrasi di lingkungan TNI maupun Angkatan disusun sebagai berikut:

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Kendala Pelaksanaan Reformasi Birokrasi TNI

8.         Pelaksanaan Reformasi Birokrasi TNI dievaluasi dan dinilai secara terus menerus baik oleh internal TNI sendiri maupun oleh Tim Reformasi Birokrasi Nasional. Pencapaian kemajuan pelaksanaan reformasi birokrasi ini membawa beberapa konsekuensi administratif, antara lain diberikannya tunjangan kinerja bagi lembaga-lembaga pemerintah. Dalam kaitan dengan Reformasi Birokrasi TNI, tunjangan kinerja telah ditegaskan oleh Panglima TNI sebagai salah satu poin dalam Pokok-pokok Kebijakan terkait Reformasi Birokrasi TNI (bukan tunjangan kinerja murni/remunerasi, melainkan tunjangan kinerja khusus). Penulis perlu menekankan di sini latar belakang kebijakan ini, yang pada dasarnya merupakan salah satu kendala pelaksanaan reformasi birokrasi di lingkungan TNI.

9.         Beberapa kendala pokok yang dijumpai TNI dalam pelaksanaan komitmen reformasi birokrasi ini antara lain:

a.         Secara filosofis, tugas pokok TNI bermuara pada terjaminnya keutuhan wilayah dan tegaknya kedaulatan NKRI yang pada gilirannya juga menjamin tetap berlangsungnya segenap tata kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang bebas dan aman dari segala bentuk ancaman dari luar. Filosofi ini mengandung arti “pelayanan publik” dalam skala yang sangat luas, yang dalam konteks reformasi birokrasi nasional hanya merupakan salah satu dari sembilan program yang ditetapkan (program ke-8). Perbedaan pemahaman yang fundamental ini membuat penilaian pencapaian program reformasi birokrasi ke-8 di lingkungan TNI menjadi sulit untuk diukur, baik secara kualitatif maupun kuantitatif.

b.         Karakteristik khas organisasi TNI yang berdampak pada mekanisme dan prosedur pelaksanaan tugas yang berbeda dengan lembaga pemerintah lainnya. Adanya hirarki kepangkatan dan senioritas—yang merupakan institutional nature di organisasi militer manapun—membawa dampak pada perbedaan tugas, wewenang dan tanggung jawab jabatan perwira TNI. Ini tentu saja berbeda dengan lembaga-lembaga pemerintah/sipil lainnya, yang murni menempatkan kualifikasi serta kompetensi individu sebagai dasar utama penentuan jabatan. Karakteristik ini bukan berarti TNI tidak bisa melaksanakan pola meritokrasi murni, namun penerapannya tidak se-fleksibel di lembaga lain mengingat adanya kultur senioritas yang secara etis akan tetap dijunjung tinggi oleh perwira TNI manapun sebagai bagian dari kehormatan dan kebanggaan korps.

c.         Penerapan FES sebagaimana telah penulis singgung di pasal 4.b tidak bisa sepenuhnya diterapkan di lingkungan TNI. Sebagai contoh mekanisme absensi fingerprint yang di beberapa instansi pemerintah sudah diterapkan. Satuan jajaran TNI tidak bisa sepenuhnya melaksanakan ini mengingat pola tugasnya yang berbeda. Bagaimana melakukan absensi prajurit yang tersebar di pos-pos perbatasan misalnya, atau prajurit yang tidak dapat mengikuti apel pagi/siang karena harus berangkat bertugas ke luar daerah, berlayar atau terlibat misi penerbangan? Mekanisme penugasan yang sangat dinamis seperti ini tidak memungkinkan penerapan FES (yang serba kuantitatif), dan mengharuskan seorang Komandan/Kepala Satuan Kerja (Dan/Kasatker) membuat assesment­-nya sendiri—yang meskipun dibuat seobyektif mungkin namun tetap akan mengandung subyektifitas dalam skala tertentu.

d.         Materiil yang dikelola TNI, dalam hal ini alutsista, merupakan materiil sensitif yang bila dikaitkan dengan asas transparansi akan menimbulkan banyak ganjalan. Pengumuman lelang pengadaan alutista—sesuai amanat Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaaan Barang dan Jasa—misalnya, dapat berkonsekuensi pada “terbongkarnya” kebijakan pertahanan negara dalam hal pengembangan kekuatan militer. Apalagi bila ini dilakukan dengan metode e-procurement, yang memungkinkan publik manapun mengakses rencana pengembangan kekuatan pertahanan RI. Sekalipun TNI sangat mendukung asas transparansi dan akuntabilitas, namun kemungkinan-kemungkinan yang dapat melemahkan tingkat kerahasiaan negara seperti ini akan tetap menjadi concern untuk TNI.

Penutup

10.       Mengingat adanya beberapa kendala mendasar maupun teknis dalam pelaksanaan Reformasi Birokrasi TNI ini, pihak-pihak terkait seyogyanya melakukan upaya-upaya lanjutan guna mencapai sinergi. Yang jelas, standar pencapaian reformasi birokrasi di lingkungan TNI harus dibuat berbeda dengan instansi pemerintah lainnya, dan peniliannya dilakukan secara khusus. Di sisi lain, Kementerian Pertahanan dan TNI harus proaktif untuk mengakomodir isu-isu teknis di lapangan dan menyampaikannya kepada semua pemangku kepentingan terkait sehingga karakteristik khas pelaksanaan tugas TNI tetap tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di negeri ini. Bisa jadi ini akan berdampak pada dirubahnya beberapa piranti lunak tersebut sehingga dapat menampung perbedaan mekanisme pelaksaanaan tugas TNI di berbagai strata, namun bila memang itu yang terbaik, pemerintah harus menindaklanjutinya.

11.       Demikian penjelasan dan pandangan penulis tentang pelaksanaan Program Reformasi Birokrasi TNI. Pandangan dan masukan yang penulis berikan merupakan pendapat pribadi penulis, dan semata-mata bertujuan agar TNI dapat meningkatkan profesionalismenya sebagai alat pertahanan negara, dengan tetap tunduk pada kebijakan pemerintah serta setia berpegang pada amanat rakyat demi tetap tegaknya kedaulatan NKRI yang kita cintai ini. Semoga bermanfaat.