KETIKA PETI MATIKU MAKIN DEKAT…

Image

Kemarin malam dalam perbincangan telepon dengan putri kecilku, ia bertanya, “Papa besok ulang tahun ya?”  Aku hanya tertawa—semata-mata karena suara dan nadanya yang selalu terdengar lucu dan membuat kangen.  Akupun tak berniat membicarakan soal itu lebih jauh, karena lebih menyenangkan bagiku untuk mendengar cerita-ceritanya tentang pelajaran sekolahnya, teman sekelasnya, gurunya, komentar dia tentang abangnya, atau celotehnya tentang dua ekor kelinci yang kami pelihara di rumah.

Banyak hal yang membuatku tak menaruh perhatian apapun pada tanggal kelahiranku (sesuai KTP-ku).  Tanggal yang dalam bahasa kerennya disebut “ulang tahun” itu tak berbeda dengan 30 angka lainnya dalam satu bulan.  Hari itupun bagiku tak berbeda dengan 364 hari lainnya dalam setahun. Barangkali karena seingatku, tak pernah aku merayakan itu (karena kondisi ekonomi orang tua yang tak memungkinkan).  Itulah yang akhirnya membuatku abai dari tahun ke tahun. Semuanya biasa saja.

Tapi itu bukan sebab utama. Aku layak bersyukur pada Tuhan karena seiring waktu, Dia mengijinkanku melihat dan merenungkan banyak hal.  Meski banyak hal pula yang masih belum dapat kupahami setelah 39 tahun mengenyam hidup, setidaknya ada beberapa hal yang dapat mencerahkan, mengingatkan, dan menyadarkanku.  Satu yang paling menarik bagiku adalah “Berapa lamakah aku akan berada di dunia?”  Interpretasi lain untuk pertanyaan ini adalah “Berapa jatah usia yang Tuhan berikan untukku?”

Aku pernah mendengar sebuah dongeng bijak dari budaya China tentang bagaimana Tuhan memberi jatah umur pada kuda, kerbau, monyet, dan manusia.  Tapi bukan karena dongeng itu aku berpikir dan bertanya seperti tadi.  Dalam keterbatasanku sebagai manusia biasa, aku melihat konsep ini logis. Ada saat di mana kita akan mengakhiri perjalanan fana ini untuk beralih ke dunia yang jauh lebih kekal, dan agama atau keyakinan apapun percaya bahwa Tuhan telah mengetahui kapan itu akan terjadi pada tiap-tiap orang.  Kita hanya bisa menyebutnya “Rahasia Ilahi”.

Kemanusiaanku jelas tak akan pernah menjangkau keilahian Tuhan. Karena itu, aku cuma bisa mengajukan pertanyaan yang telah kusebutkan sebelumnya. Aku tahu, bila kuserukan pertanyaan itu pada Tuhan, Dia mungkin akan tertawa terbahak-bahak (meski Tuhan tak akan balas bertanya “Mau tau aja atau mau tau banget? Kepo banget sih elo”).  Tuhan adalah Maha Bijaksana, yang akan menjawab setiap tanya kita dengan caraNya sendiri yang luar biasa.  Pun demikian, kadang aku merasa tak cukup layak mempertanyakan itu padaNya, sehingga kutanyakan saja pada diriku sendiri meski tak pernah berjawab.

Di titik ini, aku serasa berada di antara “Venus” dan “Mars” dalam simbolisasi dua piramida terbalik ala ahli simbologi Robert Langdon dalam “The Da Vinci Code” karangan Dan Brown.  Bukan soal “wanita vs pria”-nya, melainkan soal kedua paramida yang saling berlawanan namun menyatu itu. Satu paramidaku adalah ungkapan syukur bahwa sejauh ini Tuhan telah memimpinku dalam hidup, hingga aku sehat walafiat jasmani dan rohani. Syukur karena aku berlimpah karunia dalam berbagai wujudnya: istri yang setia, anak-anak yang manis, karier, dan jutaan anugerah lainnya.  Syukur karena Dia tak membiarkanku jatuh di tengah hantaman dunia dan serangan mereka yang memusuhiku.

Paramidaku yang lain adalah rasa khawatir akan kematian. Saat Sang Pencipta itu telah menggariskan sekian tahun waktu bagiku untuk merasakan kehidupan dunia, hari demi hari, bulan demi bulan, dan tahun demi tahun yang berlalu telah menggerusnya. Layaknya jam pasir, sebagian dari pasir itu telah berada di ceruk bawah (aku tak tahu apakah itu sebagian kecil atau sebagian besar).  Kelak seluruh pasir itu akan berada di bawah, waktu habis.  Marjin sisa usiaku makin kecil, aku makin dekat ke penghujung.  Meski aku menyadari bahwa hidup di dunia adalah perjalanan menuju ke kehidupan yang kekal, tetap gelap bagiku kapan kehidupan yang abadi itu akan kumulai.

Umurku bertambah, pemahamanku akan kehidupan dunia juga bertambah, pun juga kekuatanku untuk menghadapi ribuan kepalsuan dunia. Namun, peti matiku makin dekat. Aku tak tahu kapan aku akan dibaringkan ke dalamnya, dan ragaku diantar untuk menyatu dengan bumi tempatku berpijak selama aku bernyawa.  Entah sudah dibuat atau belum, aku tahu peti mati untukku ada atau akan ada di suatu tempat di muka bumi ini.  Itu kepastian untukku, juga untuk manusia lainnya. Setelah 39 tahun, tak tahu berapa lama lagi akan kutempuh perjalanan ini untuk akhirnya terbaring di dalamnya.

Aku tak bermaksud menghibur diri, tapi sah-sah saja aku menguatkan hati. Kapanpun aku akan masuk ke peti mati itu, dan di manapun itu akan terjadi, aku ingin berbaring di dalamnya dalam kedamaian.  Aku ingin rebah di situ dengan tersenyum.  Tersenyum karena aku mengawali kehidupan kekalku sebagai sebuah pribadi yang telah memenangkan pertempuran di dunia semu melawan musuh terberatku: diriku sendiri.

Tuhanku Yang Maha Baik, ijinkan semua itu terjadi atasku, seperti halnya Engkau ijinkan aku berlayar di tengah samudera karuniaMu yang tak bertepi dalam kehidupan duniaku…hingga detik ini.

[Bandung, 13 Februari 2014]

NASEHAT SEORANG AYAH

ImageAnakku terkasih,

Hari ini, tepat 15 tahun sudah Tuhan menyertai dan memeliharamu. Masih teringat di benakku saat hujan deras dan angin besar menyambut keluarnya engkau dari rahim ibumu, meski saat itu aku masih dalam perjalanan untuk melihatmu. Kini engkau telah beranjak remaja, dan menjadi pria tertampan yang pernah kulihat dalam hidupku.

Anakku,

Kelak kau akan menghadapi dunia yang jauh lebih kejam daripada yang kuhadapi sekarang. Persiapkan dirimu, karena itu satu-satunya jalan untuk berhadapan dengan ribuan ketidakpastian di hari depan. Tapi engkau tak perlu takut, karena takut hanya dikenal oleh para pecundang. Ingat bagaimana Tuhan memimpinmu sejauh ini dengan jutaan berkatNya yang laksana sungai mengalir tanpa henti.

Utamakan kebaikan dan kejujuran dalam hidupmu, karena hanya itu yang dapat membuat Tuhan berkenan kepadamu. Berbuat baiklah kepada semua orang, dan jujurlah pada dirimu sendiri.  Kelak dalam segala masalahmu, itulah garda pelindungmu yang akan membawamu menjadi pemenang saat musuh-musuh menyerangmu.

Jangan pernah menilai siapapun dari keelokan parasnya, karena itu bisa menipumu. Pun juga dengan dirimu.  Sadari bahwa keindahan yang terutama adalah keindahan hati, yaitu hati yang menghasilkan cinta kasih pada sesama, ketulusan perbuatan, tutur kata yang penuh ungkapan syukur, dan penyerahan diri yang total kepada kekuasaan Sang Pencipta.  Hanya hati yang seperti itu yang akan memberimu kedamaian.

Bersikaplah positif dalam segala hal, karena semua terjadi atas kehendak Tuhan, untuk sebuah maksud dan alasan yang engkau hanya bisa temukan setelah engkau menjalaninya.  Pahami bahwa apa yang terbaik menurutNya belum tentu apa yang engkau inginkan; tapi yakinlah, bahwa apa yang Tuhan tetapkan untukmu tidak pernah salah.

Belajar dan bekerja keraslah. Tak ada dalam hidup ini hal yang mustahil untuk kau gapai, selama engkau percaya.  Belajarlah dari segala hal yang kau baca, kau lihat, kau dengar, dan kau alami.  Hanya mereka yang sudah mati saja yang tak lagi belajar. Kerja kerasmu bukan untuk kemuliaan dan keagungan diri, karena semua itu semu.  Bekerja keraslah untuk sebanyak mungkin manfaat bagi sekelilingmu, karena pada akhirnya itulah yang memberimu manfaat serta imbalan yang tak pernah habis bagimu sendiri.

Kehidupan itu adil, karena diciptakan oleh Dia Yang Maha Adil. Jadi, jangan pernah mengasihani dirimu sendiri karena seorang pemenang tak pernah melakukan itu.  Hidup itu bukan persoalan kuat atau pintar, melainkan persoalan ketahanan.  Tak ada satupun orang hebat yang kau kenal di muka bumi ini yang tak pernah gagal.  Mereka menjadi hebat karena tahan menghadapi terjangan badai, kembali bangkit setelah terjatuh, dan pantang mundur seberapapun kuatnya dunia menghantam mereka.

Yakinlah pada kekuatanmu sendiri. Engkau adalah manusia penuh karunia, kelak akan kau sadari itu. Dunia boleh saja memberikanmu beribu pilihan, tapi keputusan ada di tanganmu. Saat engkau harus memutuskan, jernihkan pikiranmu dan bersihkan hatimu. Bila harus meminta nasehat, dengarkanlah hanya nasehat yang bijak, dan abaikan semua nasehat yang sesat. Bila manusia (bahkan ayah ibumu sekalipun) tak mampu memberimu nasehat bijak, mintalah pada Tuhan dalam doa-doa yang kau ucapkan dengan hatimu, bukan sekedar mulutmu.

Itulah sebabnya, tetaplah dekat pada Tuhanmu. Takutlah hanya kepada Dia, karena itu akan membawamu pada berjuta kebijaksanaan yang akan melindungimu dari kerasnya dunia. Saat engkau beroleh nikmat, ucapkan syukur serta minta Dia untuk menjauhkanmu dari kesombongan.  Saat cobaan datang padamu, minta padaNya untuk menopangmu hingga engkau tetap kuat dan tidak jatuh. Percayalah, apapun yang kau minta padaNya akan Dia jawab dengan caraNya sendiri yang ajaib.

Perjaka tampanku,

Aku merasa sangat terhormat atas kepercayaan Tuhan menitipkanmu dan adikmu padaku, meski aku hanya manusia biasa yang penuh kekurangan dan kelemahan. Tapi ketahuilah, bahwa aku bisa menasehatkan semuanya itu karena aku telah membuktikan kebenarannya dalam hidupku.  Ketahui pula, bahwa dalam segala kekurangan dan kelemahanku, aku mencintai kalian melebihi cintaku pada diriku sendiri.

Selamat ulang tahun, anakku.

[Bandung, 10 Februari 2014]