“Terbang” atau “menaklukkan angkasa” yang dicapai oleh Wilbur dan Orville Wright pada tanggal 17 Desember 1903 di Kitty Hawk, North Carolina merupakan salah satu catatan prestasi terbesar bagi kemanusiaan. Tulisan Marvin W. McFarland dalam makalahnya berjudul “When The Airplane Was A Military Secret—A Study of National Attitudes Before 1914”, yang dibacakan sebelum Konferensi Sejarah Tahunan di State University of Iowa tanggal 10 April 1954, mungkin adalah salah satu catatan yang dapat membuktikan pada kita bahwa sebuah mahakarya belum tentu diterima dengan mudah sebelum jaman menunjukkan betapa karya itu penting dan berpengaruh.
Marvin W. McFarland adalah Kepala Seksi Aeronautika, Divisi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi pada Perpustakaan Kongres AS. Ia juga bergabung bersama US Army Air Force di Eropa dalam Perang Dunia II.
Hampir 110 tahun yang lalu, pada suatu pagi tanggal 17 Desember 1903, antara pukul 10.30 dan tengah hari, dua bersaudara yang belum dikenal dari Dayton, Ohio, Wilbur dan Orville Wright, membukukan serangkaian penerbangan pendek dengan sebuah pesawat terbang bermesin karya dan rancangan mereka sendiri. Itu terjadi di sebuah pantai di kaki bukit pasir Big Kill Devil, dekat Kitty Hawk, North Carolina.
Ini adalah sebuah peristiwa kunci dan monumental yang akan dikenang oleh manusia sama panjangnya seperti antara lain: bulan Maret tahun 44 S.M dan pembunuhan Caesar, atau seperti Hari Natal tahun 800 Masehi dan pemahkotaan Charlemagne, atau tahun 1066 dan Invasi Norman ke tanah Britania, atau tahun 1492 dan penemuan Colombus atas “Dunia Baru”, atau bahkan seperti 4 Juli 1776 dan Independence Day. Dilihat dari kepentingannya, penemuan ini—penaklukan angkasa, yang melepaskan keterikatan manusia terhadap bumi dan tanah sejak pertama diciptakan—sekelas dengan penemuan kembang api, penemuan roda, pengembangan percetakan media, pengkabelan listrik dan bom atom.
Setelah penerbangan pertamanya, ketika mengemasi barang dan pulang dari Kitty Hawk pada Desember 1903, Wright bersaudara tidak mempunyai bayangan akan apa yang telah mereka lakukan. Mereka hanya tahu bahwa mesin ciptaan mereka “memiliki tenaga yang cukup untuk terbang, memiliki kekuatan yang cukup untuk menahan beban dan goncangan saat mendarat dan kemampuan pengendalian yang cukup untuk menciptakan penerbangan yang aman dalam terjangan angin kencang, seperti halnya saat angin tenang”, tetapi mereka tak tahu bahwa mereka telah mencapai hal yang lebih, dalam standar ideal, dari sekedar pencapaian yang masih mentah dan kasar dengan sebuah perlengkapan yang paling bagus hanya akan disebut sebagai “prototype pesawat terbang”. Dibandingkan dengan apa yang dicapai sampai saat itu, ini adalah sebuah revolusi yang menentukan, meskipun bila dihadapkan pada potensi penerbangan yang mereka lihat, itu bukan apa-apa—hanya sebuah permulaan, namun permulaan ini yang akan membuat mereka tidak pernah mati dan melahirkan sebuah jaman baru.
Pada Januari 1905, sekitar 13 bulan setelah Kitty Hawk, mereka melakukan apa yang sedikit banyak telah mereka rencanakan: menawarkan pesawat mereka ke Pemerintah AS untuk digunakan oleh US Army sebagai pemandu dan pembawa pesan dalam perang. Mereka mengajukan penawaran baik dalam penyediaan mesin dengan spesifikasi yang ditentukan, atau pemberian informasi praktis dan ilmiah, bersama dengan ijin menggunakan hak paten mereka, yang dengan demikian menempatkan Pemerintah AS untuk menggunakan “hak monopoli”. Pesawat terbang akan menjadi rahasia eksklusif militer Amerika Serikat, baik mesin maupun teknisnya.
Terhadap penawaran Wright bersaudara ini, jawaban Departemen Perang AS adalah sebuah penolakan, bahkan lebih tepat penghinaan. Secara singkat dikatakan bahwa mereka menolak untuk memberi bantuan finansial bagi “pengembangan eksperimental” perlengkapan terbang dan hanya akan mempertimbangkan peralatan yang sudah digunakan dalam operasi praktis. Wright bersaudara hampir tidak mempercayai hal ini dan meragukan bahwa surat mereka telah dibaca. Setelah ditolak di negeri sendiri, mereka beralih ke Eropa, namun bukan tanpa pemecahan masalah bila negosiasi Eropa ini tidak boleh mencabut hak Amerika terhadap pesawat ini. Dengan kata lain, mereka tidak akan membuat kontrak luar negeri yang memberi hak khusus pada pesawat itu, perkecualian hanya ada pada Amerika.
Negosiasi di tanah Britania yang terhambat di tahun 1905 dan lebih banyak dilakukan di 1906, sama tidak produktifnya dengan upaya meyakinkan pemerintah AS pada periode yang sama. Sementara itu, pada tahun 1905, Wright bersudara tetap terbang dan terbang, meningkatkan teknik mereka dan secara konstan memecahkan rekor mereka sendiri.
Motivasi sesungguhnya selalu sulit diungkap, lebih sulit lagi untuk dihalangi. Selama berabad-abad manusia memimpikan dapat terbang. Sekarang mereka bisa. Namun adakah “ucapan selamat” atas fakta ini? Adakah penghargaan akan arti pentingnya? Adakah kesadaran bahwa bumi telah “tenggelam”, bahwa kesetaraan kekuatan akan berubah, bahwa sebuah kekuatan dinamis akan membalikkan arah sejarah? Tidak sama sekali. Pemerintah, negarawan, yang seharusnya sudah menyadari bahwa potensi ini tidak dapat diabaikan sama sekali dari perhitungan mereka, menganggap penemuan ini seolah-olah hanya sesuatu yang dilebih-lebihkan. Pesawat terbang ini, alih-alih disambut sebagai sebuah kemenangan manusia atas dunia secara fisik, sebuah pencapaian untuk dipelajari dan dieksploitasi, justru “dipaksakan” untuk tetap menjadi rahasia selama lima tahun. Wright bersaudara justru harus membayar dengan terhambatnya pengembangan pesawat mereka akibat “kerahasiaan” ini. Mereka sudah siap menjual pesawat mereka kapan saja setelah 1904, namun dalam setiap negosiasi, yang ada hanya calon pembeli, yang sekalipun berminat, terhambat pada kebijaksanaan “rahasia” ini, pada hak eksklusif dan monopoli Amerika dan hal ini yang sama sekali tidak mereka berdua harapkan karena mereka merasa bahwa pesawat ini, yang dikembangkan Amerika, seyogyanya dimiliki oleh bangsa Amerika. Kalaupun ada pihak lain, itu hanya Pemerintah AS, namun Amerika justru bersikap lebih tak acuh dibandingkan dengan yang lain. “Sang burung” harus kembali beristirahat di “sarang”. Namun akhirnya, Pemerintah AS menjadi pemerintahan pertama yang memiliki pesawat terbang, dan langsung membelinya dari Wright bersaudara.
Sikap melunak pemerintah AS—dalam hal ini US War Department—yang terlambat ini mengakhiri masa negosiasi yang cukup panjang. Wrights akhirnya berkonsentrasi pada perakitan sebuah pesawat baru yang memenuhi spesifikasi teknis US War Department dan penyerahan resminya direncanakan pada musim panas 1908. Berita ini segera mengubah peta situasi di Eropa, khususnya Perancis: sebuah kelompok bisnis yang dipimpin oleh pengusaha Lazare Weiller menyatakan ingin membeli hak paten Wrights dan menawarkan pembentukan sebuah French Wright Company. Wrights setuju dan sebagai bagian dari kontrak Wrights akan mengadakan demonstrasi udara di Perancis. Artinya, momen itu akan terjadi hampir bersamaan dengan saat penyerahan pesawat pada US Army di Amerika.
Sebuah peristiwa dramatis dalam sejarah penerbangan. Orville Wright terbang di Fort Myer, Virginia sementara Wilbur pergi ke Perancis. Dengan terlaksananya dua demonstrasi penerbangan pada Agustus 1908 ini, semua keraguan pada kemampuan Wright dalam “menguasai udara” lenyap. Bangsa Perancis—yang sebelumnya merasa mampu membuat yang lebih baik dari itu—menunjukkan sikap yang berbeda 180º dengan kejadian ini dan Wilbur adalah pahlawannya. Segala kehormatan yang diberikan padanya baru bisa disamai lagi oleh Charles Lindbergh yang terbang melintasi Atlantik sampai ke Paris lebih dari 18 tahun kemudian. Raja Edward VII dari Inggris—yang Menhannya, Richard Burdon Haldane tidak tertarik pada pesawat ini—menunjukkan ketertarikannya dengan datang ke Pau dan meminta Wilbur menjelaskan mekanisme kerja mesin terbang ini. Raja Alphonso dari Spanyol bahkan harus mengingkari janji tidak terbang pada permaisurinya, karena keinginan ikut terbangnya yang begitu tinggi. Tahun berikutnya, Wilbur terbang di Roma dan Orville di Berlin. Di Berlin, seluruh kerabat kerajaan menyaksikan, bahkan Der Kaiser. Setelah terbang, Putra Mahkota menyematkan pin dari berlian—ruby yang berbentuk huruf “W” pada Orville.
Sederetan sukses itu tetap belum meyakinkan para pejabat militer berpengaruh di Eropa. Jenderal Eberstadt misalnya, yang turut menyaksikan demonstrasi Orville di Berlin meninggalkan acara sebelum usai. Nyatalah bahwa pembela perjuangan mereka tidak akan berasal dari para birokrat atau pejabat pemerintahan atau dari gedung parlemen, bahkan dari para peneliti profesional sekalipun. Mereka justru didukung oleh orang-orang yang punya banyak ruang dalam pikirannya bagi imajinasi konstruktif, spekulasi, kreatifitas dan ekspresi pendapat dalam lingkup kata yang amat luas. Itu adalah para penulis: novelis seperti H.G.Wells, wartawan seperti Alfred Hamsworth, Lord Northcliffe, atau pecinta olahraga seperti Frank P. Lahm, seorang anggota Aero Club of France. Juga para anggota Aero Club of America yang baru dibentuk yang pada 1906, yang sebelum penerbangan spektakuler di Fort Myer, Le Mans, Pau dan Berlin telah meyakini bahwa angkasa telah ditaklukkan dan orang harus melihat dampak penaklukan ini.
Ketika Santos Dumont pada musim gugur 1906 menerbangkan “pesawat aneh”-nya, 14-bis di Paris—yang menjadikannya orang Eropa pertama yang terbang dengan pesawat bermesin, Northcliffe menyatakan “Beritanya adalah bahwa bukan manusia dapat terbang, melainkan bahwa Inggris tidak lagi sebuah pulau (yang terpisah dari Eropa)!”
Wells melalui novel fiksi ilmiahnya, The War in the Air, yang diterbitkan pada 1908 menyatakan ketidakraguannya pada hal ini. Northcliffe bahkan berani menawarkan seribu pound untuk penerbangan melintasi English Channel dan 10 ribu pound untuk penerbangan pertama dari London ke Manchester. Maksud di balik penawaran ini adalah membangkitkan pemahaman publik akan pengaruh pesawat terbang dan perang yang akan terjadi dengan Jerman.
Antara penerbangan pertama tahun 1903 dan pecahnya PD I tahun 1914, interval 11 tahun, ada masa persiapan menjelang perang. Namun, persiapan itu tidak dilakukan dan meskipun sebagian besar peserta perang telah berbuat sesuatu dengan pesawat terbang sebelum perang, tak satu negarapun yang terjun ke dalam perang ini siap di udara….
(Disarikan dari “When The Airplane Was A Military Secret” karya Marvin W. McFarland yang dimuat dalam buku “The Impact Of Air Power, National Security and World Politics” hal. 20-26 karya Eugenne M. Emme. Diterbitkan oleh D.Van Nostrand Company, Inc., 1959)
Marvin W McFarland is my father. It’s good to see his works are still referenced.
Thank you,
Rob
Hi Robert. It’s a big surprise and honor to have your comment on my writing. Indeed, “When the Airplane was a Military Secret” is my favorite writing among some other articles in the book “The Impact of Air Power” by Eugene M. Emme (D. Van Nostrand Company, Inc., 1959). What’s on my blog is the Indonesian version of it. Thank you for having read that.
Regards,
Jon