CATATAN DARI SARASEHAN PEMBINAAN MENTAL IDEOLOGI & KEJUANGAN TNI AU

ImagePada hari Rabu tanggal 26 Juni 2013 yang lalu, saya merasa beruntung dapat mengikuti sebuah kegiatan yang diinisiasi oleh jajaran Staf Personel TNI AU (Spersau) berupa Sarasehan Pembinaan Mental Ideologi dan Kejuangan. Kegiatan tersebut diselenggarakan di Mabesau Jakarta, diikuti oleh para pejabat serta komandan setingkat Kolonel dan Letnan Kolonel di jajaran TNI AU.  Sarasehan ini menampilkan tiga pembicara (narasumber), masing-masing Marsekal TNI (Purn) Chappy Hakim (mantan Kasau), Prof. Dr. Mohammmad Mahfud M.D. (mantan Menhan dan Ketua Mahkamah Konstitusi), serta Brigjen TNI Djati Pontjo Oesodo, S.Sos (Kapusbintal TNI).

 

Tema kegiatan ini adalah “Melalui Sarasehan Pembinaan Mental Ideologi dan Kejuangan Tahun 2013 Kita Tingkatkan Kualitas Penghayatan dan Pengamalan Pancasila Sebagai Pilar Persatuan dan Kesatuan Bangsa”.  Atas dasar tema tersebut, para narasumber menyampaikan materi masing-masing yang dapat saya sarikan sebagai berikut:

 

a.         Marsekal TNI (Purn) Chappy Hakim (Mantan Kasau):

 

1)         Judul: “Meningkatkan Peran TNI AU Dalam Sosialisasi Penghayatan dan Pengamalan Pancasila Sebagai Pilar Persatuan dan Kesatuan Bangsa”.

 

2)         Mengutip amanat Bung Karno, bahwa Pancasila pada dasarnya adalah rumusan jiwa bangsa Indonesia (jiwa gotong royong, jiwa persaudaraan, dan jiwa kekeluargaan).

 

3)         Peran TNI AU dalam sosialisasi penghayatan dan pengamalan Pancasila melekat kepada hal-hal yang terkait dengan kedaulatan/kehormatan bangsa, patriotisme/nasionalisme, kebanggaan bernegara, dan wawasan kebangsaan.

 

4)         Dalam kaitannya dengan hal tersebut, perlu suatu Angkatan Udara yang kuat. Kekuatan Angkatan Udara yang sesungguhnya ada pada sumber daya manusianya (SDM).

 

5)         Dengan menggunakan metode analisa SWOT, dapat dicermati apa yang menjadi kekuatan (strength), kelemahan (weakness), peluang (opportunity), dan kendala (threat) pada potensi SDM TNI AU.

 

6)         Meningkatkan peran TNI AU dapat dilakukan dengan pertama kali mencermati kelemahan-kelemahan mendasar SDM Indonesia umumnya, dan TNI AU khususnya:

 

a)        Kelemahan dalam mengambil keputusan.

 

b)        Kelemahan dalam karakter:

 

(1)        Kepercayaan diri (jarang menggunakan 100% potensi kita)

 

(2)        Daya saing (baru memperbaiki diri setelah orang lain “mengalahkan” kita)

 

(3)        Mental pengemis (senang dengan “pemberian”)

 

(4)        Keteguhan pada prinsip (takut menjadi “berbeda”)

 

(5)        Kemampuan baca tulis (belum menjadikan baca tulis sebagai pilar menambah pengetahuan)

 

(6)        Can-do oriented (mudah mengatakan “tidak bisa”)

 

b.         Prof. Dr. Mohammad Mahfud M.D. (Mantan Ketua MK):

 

1)         Judul: “Kepemimpinan Berkarakter Pancasila”.

 

2)         Kepemimpinan merupakan salah satu penyebab kehancuran suatu bangsa:

 

a)         Tidak memegang teguh Pancasila

 

b)         Menjaga jarak dengan masyarakat

 

Akibatnya, banyak yang merindukan kepemimpinan lama.

 

3)         Pancasila mengajarkan bahwa “Kepemimpinan harus membangun masyarakat berbangsa dan bernegara sesuai tujuan negara yang terkandung di dalam nilai-nilai Pancasila”.  Tujuan negara tersebut adalah: masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera.

 

4)         Mengutip Bung Karno, Pancasila digali dari budaya adiluhung bangsa yang berjiwa gotong royong (bukan saling serang).  Selain itu, Pancasila adalah fitrah bangsa, yang sadar akan adanya perbedaan namun ingin bersatu dalam tujuan bersama.

 

5)         Penerapan Kepemimpinan Pancasila adalah “Hasta Brata” (kristalisasi nilai-nilai budaya kepemimpinan), yang dilambangkan dengan: surya (matahari), candra (bulan), buwana (bumi), kartika (bintang), angkoso (angkasa), bayu (angin), banyu (air), dan geni (api).

 

6)         Kepemimpinan berkarakter Pancasila adalah kepemimpinan yang membimbing dan mengayomi, seperti ajaran Ki Hajar Dewantara (Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani).

 

7)         Problem bangsa Indonesia saat ini adalah sulit ditemukannya pemimpin yang mempunyai integritas dan mencerminkan kepemimpinan Pancasila.

 

8)         Saat ini bangsa Indonesia mengalami “Disorientasi” yang mengakibatkan “Distrust” (ketidakpercayaan) yang diikuti dengan “Disobedience” (ketidakpatuhan), dan dapat berujung pada “Disintegrasi” (perpecahan).

 

9)         Tentang amandemen konstitusi dan demokrasi, ada yang menilai bahwa amandemen konstitusi dan demokrasi saat ini kebablasan. Hal ini ditandai dengan adanya perkembangan kurang baik seperti menguatnya gejala oligarki, anarki, lemahnya penegakan hukum, dan juga lambannya pengambilan keputusan.

 

10)       Meski demikian, patut diapresiasi adanya beberapa lompatan/pencapaian maju seperti: revolusi demokrasi, Pemilu yang aman dan damai, tidak adanya pelanggaran HAM berat, Pilpres/Pilkada yang langsung, adanya lembaga-lembaga seperti MK, KY dan sebagainya.

 

11)      Di sisi lain, ada kemunduran yang signifikan yaitu lahirnya pemimpin-pemimpin yang tidak berkarakter. Penyebabnya antara lain:

 

a)         Orientasi politik hanya pada kekuasaan.

 

b)         Oligarki politik (pemimpin lahir dari proses transaksional).

 

c)         Kompromi yang berbau kolutif (nepotisme).

 

d)         Lahirnya pemimpin-pemimpin karbitan.

 

12)      Kita harus kembali pada “Kepemimpinan Pancasila” yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

 

a)         Harus berkarakter (sama antara ucapan dan tindakan).

 

b)         Menjadi teladan dan bersikap jujur.

 

c)         Mencerminkan “Hasta Brata”.

 

d)         Berani bertindak dan bersih (merah dan putih).

 

e)         Kuat dan tangguh dalam penegakan hukum.

 

13)      Karena setiap kita adalah pemimpin, maka:

 

a)         Bangunlah integritas dan karakter (berbuat seperti apa yang diucapkan).

 

b)         Hidupkan dan hayati kepemimpinan Pancasila yang adiluhung itu.

 

c.         Brigjen TNI Djati Pontjo Oesodo, S.Sos (Kapusbintal TNI):

 

1)         Pancasila merupakan salah satu dari empat pilar kebangsaan Indonesia.

 

2)         Di masa lalu telah terjadi beberapa peristiwa terkait pengingkaran terhadap Pancasila (PKI pimpinan Muso tahun 1948, sistem politik liberalisme yang tidak sesuai kepribadian masyarakat, pemberontakan APRA, RMS, DI/TII, PRRI/Permesta, dan G30S/PKI tahun 1965).

 

3)         Di masa kini juga terjadi beberapa peristiwa yang memalukan sekaligus memilukan seperti kasus-kasus SARA, korupsi, tawuran, perkosaan, maraknya sikap hedonisme masyarakat, dan lain-lain. Ironisnya, Pancasila tidak lagi menjadi pelajaran utama dalam dunia pendidikan Indonesia.

 

4)        Nilai-nilai dalam Pancasila:

 

a)         Nilai spiritual, yaitu nilai yang melekat pada setiap WNI dan menjadi “nilai dasar”.

 

b)         Nilai material, yang merupakan “nilai instrumen” (UU dan Peraturan).

 

c)         Nilai vital, yaitu tampilan dalam wujud kepatuhan dan ketaatan WNI terhadap norma kehidupan bernegara, dan tercermin dalam etika dan moral anak bangsa.

 

5)         Konsepsi pembinaan karakter adalah dari “mental spiritual” (ketaqwaan) yang mendasari “ideologi” (nasionalisme), dan menjadi landasan bagi “kejuangan” (militansi).  Ketiga elemen ini akan menciptakan karakter tangguh seseorang.

 

6)        Sebagai bagian dari “mental spiritual”, diperlukan strategi menciptakan kerukunan beragama di Indonesia yaitu:

 

a)         Selamatkan Pancasila sebagai dasar negara.

 

b)         Pertemuan dan dialog lintas agama.

 

c)         Pancasila harus didukung oleh konstitusi yang menjamin terselenggaranya Pancasila itu sendiri.

 

Dari ketiga narasumber, terlepas dari keragaman materi yang disampaikan, ada benang merah menarik yang dapat saya ambil, yaitu:

 

a.         Bahwa keberlangsungan sebuah kelompok, komunitas, bahkan suatu bangsa bergantung pada karakter manusia yang ada di dalamnya. Selama manusia yang ada di dalamnya berkarakter sesuai dengan nilai-nilai dasar yang disepakati oleh kelompok/komunitas atau bangsa tersebut, niscaya akan tercapai kemajuan. Sebaliknya bila tidak, maka akan terjadi kemunduran bahkan kehancuran.

 

b.         Pancasila adalah nilai hakiki bangsa Indonesia, yang membuat bangsa ini ada, sehingga mustahil bangsa Indonesia akan tetap tegak berdiri bila ia meninggalkan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam Pancasila. Hal ini dapat dibuktikan dengan tetap tegaknya Pancasila di tengah berbagai ancaman dan rongrongan yang dialaminya sepanjang sejarah bangsa Indonesia.

 

c.         Karena nilai-nilai Pancasila adalah nilai-nilai dasar bagi bangsa Indonesia (yang sudah teruji seiring perjalanan sejarah), maka segala aspek kehidupan harus berlandaskan nilai-nilai dasar tersebut. Ini juga berlaku bagi aspek kepemimpinan, yang merupakan salah satu penentu kelangsungan hidup suatu bangsa. Bila kepemimpinan—pada semua strata—dijalankan dengan meninggalkan nilai-nilai Pancasila, maka kelompok/komunitas atau bahkan bangsa Indonesia dapat mengarah kepada perpecahan/kehancuran.

 

d.         Bangsa Indonesia masih harus berjuang untuk membangun jati diri serta karakternya sendiri, dengan cara mengembalikan nilai-nilai dasar dalam Pancasila menjadi bagian dari sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

 

Sekarang tiba saatnya kita bertanya pada kita sendiri, menjadi bagian yang mana diri kita?  Menjadi bagian yang (cukup) Pancasilais dan membangun negeri ini menjadi lebih baik, atau memilih meninggalkan Pancasila untuk sebuah pragmatisme tertentu dan membawa negeri ini menuju kehancurannya?  Hanya diri kita sendiri yang dapat menjawabnya.